Thursday, August 8, 2013




Hukum Puasa 6 Hari Dibulan Syawal


Dalil tentang Puasa Syawal


Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Siapa yang berpuasa

Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa

seumur hidup'." [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-

Tirmidzi 1164]

Hukum Puasa Syawal

Hukumnya adalah sunnah: "Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa

berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi'i, Ahmad dan banyak

ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini

dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan

puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu menganggap ini bagian dari

Ramadhan, atau khawatir manusia akan menganggap ini wajib, atau karena dia

tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa berpuasa dalam Syawal, karena

semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak bisa digunakan untuk

menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui, maka menjadi bukti

bagi yang tidak mengetahui."

[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/389]

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:

1. Tidak harus dilaksanakan berurutan.

"Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah

ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah 'Id, dan mereka

boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal,

apapun yang lebih mudah bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib,

melainkan sunnah."

[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/391]

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

"Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari

Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya

secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya

atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga diperbolehkan,

٤

karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak

berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan

Abu Dawud." [Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab]

Bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik: Berkata Musa: 'Itulah mereka

telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau

ridho kepadaku. [QS Thoha: 84]

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

"Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa

terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal,

karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa

Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu."

[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/392]

Tanya : Bagaimana kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan

syawal padahal punya qadla(mengganti) Ramadhan ?

Jawab : Dasar puasa enam hari syawal adalah hadits berikut

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari Syawal

maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun."

Jika seseorang punya kewajiban qadla puasa lalu berpuasa enam hari padahal ia

punya kewajiban qadla enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala kecuali

telah mengqadla ramadlannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin)

Hukum mengqadha enam hari puasa Syawal

Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita sudah terbiasa

menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal setiap tahun, pada suatu

tahun ia mengalami nifas karena melahirkan pada permulaan Ramadhan dan

belum mendapat kesucian dari nifasnya itu kecuali setelah habisnya bulan

Ramadhan, setelah mendapat kesucian ia mengqadha puasa Ramadhan.

Apakah diharuskan baginya untuk mengqadha puasa Syawal yang enam hari

itu setelah mengqadha puasa Ramadhan walau puasa Syawal itu dikerjakan

bukan pada bulan Syawal ? Ataukah puasa Syawal itu tidak harus diqadha

kecuali mengqadha puasa Ramadhan saja dan apakah puasa enam hari

Syawal diharuskan terus menerus atau tidak ?

Jawaban

Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib

berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan

puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang

tahun" [Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya]

٥

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara

berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak,

akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama

berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya) : "..Dan aku

bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)"

[Thaha : 84]

Juga berdasarakan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan

kutamaan bersegera dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Tidak

diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus menerus akan tetapi

hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam (yang artinya) : "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus

menerus dikerjakan walaupun sedikit"

Tidak disyari'atkan untuk mengqadha puasa Syawal setelah habis bulan Syawal,

karena puasa tersebut adalah puasa sunnat, baik puasa itu terlewat dengan

atau tanpa udzur.

Mengqadha enam hari puasa Ramadhan di bulan Syawal, apakah mendapat

pahala puasa Syawal enam hari

Pertanyaan

Syaikh Abduillah bin Jibrin ditanya : Jika seorang wanita berpuasa enam

hari di bulan Syawal untuk mengqadha puasa Ramadhan, apakah ia

mendapat pahala puasa enam hari Syawal ?

Jawaban

Disebutkan dalam riwayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau

bersabda (yang artinya) : "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan

kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia

berpuasa setahun"

Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa

Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa

enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan

pahala puasa setahun. Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya) : "Puasa

Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal

sama dengan dua bulan"

Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka

berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa

Ramadhan dikarenakan sakit, atau karena perjalanan atau karena haidh, atau

karena nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu dengan

mendahulukan qadhanya dari pada puasa sunnat, termasuk puasa enam hari

Syawal atau puasa sunat lainnya. Jika telah menyempurnakan qadha puasa

Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam hari Syawal

agar bisa mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud. Dengan demikian

puasa qadha yang ia lakukan itu tidak bersetatus sebagai puasa sunnat Syawal.

٦

Apakah suami berhak untuk melarang istrinya berpuasa Syawal

Pertanyaan

Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apakah saya berhak untuk melarang

istri saya jika ia hendak melakukan puasa sunat seperti puasa enam hari

Syawal ? Dan apakah perbuatan saya itu berdosa ?

Jawaban

Ada nash yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya

hadir di sisinya (tidak berpergian/safar) kecuali dengan izin suaminya, hal ini

untuk tidak menghalangi kebutuhan biologisnya. Dan seandainya wanita itu

berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk membatalkan

puasa istrinya itu jika suaminyta ingin mencampurinya. Jika suaminya itu tidak

membutuhkan hajat biologis kepada istrinya, maka makruh hukumnya bagi

sang suami untuk melarang istrinya berpuasa jika puasa itu tidak

membahayakan diri istrinya atau menyulitkan istrinya dalam mengasuh atau

menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu ataupun

puasa-puasa sunnat lainnya.

Hukum puasa sunnah bagi wanita bersuami

Pertanyaan

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Bagaimanakah hukum puasa sunat bagi

wanita yang telah bersuami ?

Jawaban

Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak

musafir) kecuali dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh

Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Nabi

Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : "Tidak halal bagi seorang

wanita unruk berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan seizinnya"

dalam riwayat lain disebutkan : "kecuali puasa Ramadhan"

Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat, atau

suaminya sedang tidak hadir (bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka

dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari yang

dianjurkan untuk berpuasa sunat yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa

tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa pada

sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di hari 'Arafah, puasa 'Asyura serta puasa

sehari sebelum atau setelahnya.

(Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita

Muslimah, Amin bin Yahya Al-Wazan)

Sumber : www.salafy.or.id

http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_fatawa/single/id_Hukum_Puasa_Syawal.pdf

No comments:

Post a Comment