Habis-habisan yang tidak rugi adalah dengan Allah.
Menjaga Allah = 1. tidak berburuk sangka dengan Allah, Aku tergantung prasangka hambaku. Jika kita berburuk sangka kepada Allah sama saja dengan kita berburuk sangka terhadap diri sendiri. 2.ingatlah Allah saat senang, maka Allah akan mengingat kita saat kita susah.Caranya dengan sedekah waktu kita senang (mendapatkan rezeki). mungkin berbagi kebahagiaan merupakan salah satunya?
Ridhalah dengan nikmat yang sedikit maka Allah akan ridha dengan amal yang sedikit.
Saturday, November 10, 2018
About Dream (Cita dan Harapan)
Semua orang punya mimpi. Sebagian menjalani hidupnya untuk meraih mimpi yang sudah dicita-citakan dari kecil. Sebagian lagi menjalani mimpi orang tuanya, saudaranya, gurunya atau orang terdekatnya karena dipaksa atau karena tidak tahu arah hidupnya mau kemana. Sebagian lagi bermain aman dan tidak percaya pada kemampuannya untuk meraih mimpinya. Bisa jadi karena pernah gagal, atau karena ia hidup di lingkungan yang otoriter yang tidak membebaskannya untuk bermimpi sejak kecil. Apa yang paling mempengaruhi besar kecilnya tekad seseorang untuk mewujudkan mimpinya? Ada banyak faktor tentunya, tapi menurutku yang paling besar pengaruhnya adalah dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga. Dukungan disini bisa dalam bentuk moral, tindakan dan finansial. Ketiga bentuk dukungan tersebut wajib kamu dapatkan. Jika salah satunya pincang, jalanmu meraih impian mungkin akan terseok-seok.
Mungkin kisah dibawah ini adalah salah satu dari triliunan kisah yang mewakilinya.
Kalau aku ditanya apa impianku sejak kecil? Aku akan menjawab ingin jadi dokter, karena aku ingin membantu orang-orang terdekatku yang ku sayangi agar tidak sakit lagi. Jawaban polos anak SD yang belum tahu apa-apa tentang hidup. I was trying to pursue my dream. tentu saja tidak ada orang yang tidak ingin cita-citanya tidak tercapai bukan.
Aku belajar keras untuk itu. Yang ku tahu hanya belajar, belajar dan belajar. Nilai-nilaiku bagus bahkan aku masuk ke SMP dan SMA favorit di kotaku. Aku puas dan aku yakin aku bisa sekolah kedokteran.
Namun seiring beranjak SMA aku mulai mengetahui informasi bahwa untuk masuk sekolah kedokteran dibutuhkan biaya yang sangat mahal, jika dibandingkan dengan pendapatan orang tuaku yang dibawah rata-rata pada saat itu. Rasa yakin dan optimis masih ada disitu, namun di sisi lain mulai bermunculan rasa takut, cemas dan iri. Takut karena orangtuaku pasti tidak setuju karena biayanya sangat mahal dan iri karena teman-temanku yang secara akademik tidak sebagus aku nilainya berkesempatan untuk mendaftar di sekolah kedokteran.
Tibalah masa kelulusan SMA dan kami mendapat undangan untuk mengikuti SNMPTN undangan waktu itu. FYI, ini hanya untuk 20% siswa yang nilainya di atas rata-rata. Akupun memilih salah satu universias di Jogja sebagai tempatku mengadukan nasib. Kupilih jalur bidikmisi agar nantinya tidak memberatkan kedua orangtuaku. Aku harap-harap cemas menanti pengumuman, banyak yang bilang susah menembus sekolah kedokteran apalagi pakai jalur bidikmisi. Hmm.. sudahlah kalau gagal ya coba lagi nanti, pikirku waktu itu. Aku tak terlalu banyak berharap kala itu.
Mungkin kisah dibawah ini adalah salah satu dari triliunan kisah yang mewakilinya.
Kalau aku ditanya apa impianku sejak kecil? Aku akan menjawab ingin jadi dokter, karena aku ingin membantu orang-orang terdekatku yang ku sayangi agar tidak sakit lagi. Jawaban polos anak SD yang belum tahu apa-apa tentang hidup. I was trying to pursue my dream. tentu saja tidak ada orang yang tidak ingin cita-citanya tidak tercapai bukan.
Aku belajar keras untuk itu. Yang ku tahu hanya belajar, belajar dan belajar. Nilai-nilaiku bagus bahkan aku masuk ke SMP dan SMA favorit di kotaku. Aku puas dan aku yakin aku bisa sekolah kedokteran.
Namun seiring beranjak SMA aku mulai mengetahui informasi bahwa untuk masuk sekolah kedokteran dibutuhkan biaya yang sangat mahal, jika dibandingkan dengan pendapatan orang tuaku yang dibawah rata-rata pada saat itu. Rasa yakin dan optimis masih ada disitu, namun di sisi lain mulai bermunculan rasa takut, cemas dan iri. Takut karena orangtuaku pasti tidak setuju karena biayanya sangat mahal dan iri karena teman-temanku yang secara akademik tidak sebagus aku nilainya berkesempatan untuk mendaftar di sekolah kedokteran.
Tibalah masa kelulusan SMA dan kami mendapat undangan untuk mengikuti SNMPTN undangan waktu itu. FYI, ini hanya untuk 20% siswa yang nilainya di atas rata-rata. Akupun memilih salah satu universias di Jogja sebagai tempatku mengadukan nasib. Kupilih jalur bidikmisi agar nantinya tidak memberatkan kedua orangtuaku. Aku harap-harap cemas menanti pengumuman, banyak yang bilang susah menembus sekolah kedokteran apalagi pakai jalur bidikmisi. Hmm.. sudahlah kalau gagal ya coba lagi nanti, pikirku waktu itu. Aku tak terlalu banyak berharap kala itu.
---to be continued--
Wednesday, October 31, 2018
A letter from me to you
Dear mantan
kandidat calon suami
Aku menulis
surat ini dengan kondisi baik. Aku sadar dari awal memang tidak ada niat serius
darimu. Aku memang bodoh karena baru menyadarinya setelah berkali-kali
berpikir. Setelah kau mengakhirinya tanpa kata.
Namun aku masih ingin menyalahkanmu, karena kamu yang duluan memulai. Entah itu bermaksud serius atau hanya main-main. Namun salahmu sudah tak berarti. Tiada guna lagi. Kita berakhir tanpa sepatah kata pun. Aku belajar banyak darimu.
Ku harap kau pun mampu belajar banyak. Bukan dariku tapi dari sikapmu sendiri. Ku harap kau mampu melihat kedalam dirimu sendiri. Apakah kau pantas untuk dicintai atau tidak. Kuharap kau berhasil melakukannya. Karena aku sadar dunia ini terlalu kejam untuk dilalui sendirian.
Akupun akan melanjutkan hidup. Jauh seperti sebelum kau datang. Tenang saja aku tak akan memberitahukan siapapun. Hanya teman dunia mayaku yang tau.
Kau sungguh
menyadarkanku betapa berharganya diriku.
Terimakasih
Tuesday, October 23, 2018
Tentang Memilih (Calon Suami) pt 2
Well, ini lanjutan dari kisah sebelumnya. Jadi tentang mantan. To be honest, aku juga ga nyangka kenapa aku tiba-tiba nanya itu. Mungkin karena saking udah gaada topik lagi yang bisa dibahas atau emang aku butuh jawaban atas perubahan sikapnya.
Akhirnya dia menjelaskan kalau dia pernah punya pacar yang sangat dicintainya. Sampai ada di sutau titik dimana si cewek minta dinikahi (karena mungkin emang sudah cukup umur). Tapi ia belum siap kala itu. (dia tidak mengatakan apakah dia meninggalkannya atau masih tetap berhubungan). Intinya saat sang lelaki kembali si cewek sudah punya planning untuk menikah dengan lelaki lain. Aku tahu sih rasanya ditinggal nikah emang gak enak tapi waktu itu aku biasa aja (waktu mantanku nikah). Problemnya disini mungkin sang lelaki sudah amat sangat mencintai wanitanya dengan begitu dalam hingga akhirnya dia tidak mampu menerima kabar itu. Namun ia berupaya terlihat tegar dihadapannya. Mungkin dia pikir itu akan baik-baik saja dan akan cepat terlupakan. Tapi tidak semudah itu kawan!
Buktinya ia tak mampu mempercayai cinta lagi, ia tak mampu mencintai seseorang lagi. Asumsinya hatinya sudah terlanjur hancur berkeping-keping hingga mati rasa. Bahkan sampai ada seorang cewek (setelah mbak yang pertama) mengajakanya menikah namun ia tolak dengan alasan kita hanya berteman. Okay it doesn’t make sense! For me, ketika seorang cewek sudah seberani itu berarti cowoknya juga fine dengan perlakuan si cewek. Dan dengan entengnya dia membiarkan hal itu terjadi, membiarkan si cewek bermain dengan imajinasinya sendiri, menganggap hubungan mereka lebih dari sekedar teman. Well, itu urusan mereka. Aku gamau ikut campur. So, which one is giving impact on me? Okay let me tell you. In front of me, clearly he stated that “aku gagal move on”. “aku gabisa jatuh cinta”. “jangan berharap sama aku”. What the fuck! Apa yang bikin aku sampai sejengkel itu? Kenyataan bahwa dia yang datang duluan, kenyataan bahwa ia yang memulai duluan dan kenyataan bahwa aku sudah terlanjur baper duluan dan ia hanya testing. Di satu sisi aku kasihan sama dia tapi disisi lain hatiku juga sakit. Ibaratnya aku udah buang waktuku untuk meladeni orang yang bahkan merecovery dirinya sendiri aja gabisa. Orang yang loving himself aja gabisa bagaimana mungkin ia bisa loving others. Aku kecewa disitu. Tapi yang terekspresikan adalah simpati (kebodohan kedua yang kulakukan).
Aku pulang dengan harapan yang sudah pupus. Aku ingin membencinya tapi itu tidak membantu banyak. Intinya aku ingin menganggap semuanya tidak pernah terjadi tapi aku masih kepikiran. Aku berandai jika ia memang sudah move on apakah dia akan menerimaku? Atau gagal move on itu hanya alasan untuk menolakku karena aku ada di bawah standartnya? Entahlah.. aku ingin memperjelasnya namun sepertinya ia cukup pengecut untuk menegaskan. This is what I dislike from Indonesian boy/man. Tukang php dan tidak pernah tegas. He’s really like bocah for me. For a man at that age (35 yo) he seems like early 20’s boy in my eyes.
Dan sampai sekarang sejak pertemuan itu dia tidak pernah ngechat aku lagi. So, is this the end? Even for the end of conversation I should guess by my self.
Let me tell you, I don’t want you anymore. You are free. But listen I have a letter for you J
= the end=
Tentang Memilih (Calon Suami)
Disclaimer: tulisan ini tidak bermaksud menyinggung pihak manapun
To all readers, I’m ready to share this story. It’s burden my mind and soul all the time. I hope it can help me healing faster.
Right now (seminggu terakhir) aku masih dalam proses healing. Ya healing. Tahap recovery dari carut marutnya hati. Tahap penerimaan dari sakitnya patah hati, dari sakitnya penolakan akibat suatu ekspektasi. Urusan hati memang selalu rumit buatku. Entah aku yang tak pernah belajar atau memang hatiku yang terlalu gampang jatuh. Kupikir aku tak kan salah pilih lagi, berkali dihadapkan pada 2 pilihan aku selalu memilih yang kedua. Dulu saat aku mulai mengenal cinta itu yang kulakukan. Pikirku, jika kau benar mencintai yang pertama maka kau tidak akan pernah melirik ke yang kedua. Ini selalu terjadi di setiap tahap pendewasaanku dimulai sejak sekolah pertama. Waktu itu aku rela melepaskan dia yang sudah lebih dulu bersamaku demi orang kedua yang sudah ku-idamkan sejak lama. Namun berujung pada kekecewaan yang cukup dalam. Lima tahun aku menunggunya, hanya untuk menyadari bahwa ia sama sekali tak pernah menginginkanku. Aku hancur saat itu, aku benar-benar terluka. Belajar untuk menerima kenyataan bahwa ia yang kau inginkan tak akan pernah ada di hidupmu selamanya. Tentu saja itu bukan hal mudah untuk diriku yang baru beranjak memahami kehidupan. Setelah struggling yang cukup lama akhirnya aku berhasil menata hatiku lagi. Berusaha untuk menjaganya agar tidak terjatuh lagi pada orang yang salah. Namun sepertinya aku belum cukup lihai untuk hal itu. Kedua, ketiga dan keempat kalinya ia terjatuh lagi tanpa ku menyadarinya. Pretending I’m alright, pretending I don’t want him but all is lied. I was broken. I tried again and again to cover it up. Didn’t let anyone see it. No body. But now, why I write this? I’d enough! I can’t bear anymore. Every single scar that I got slowly killing me inside. My heart become so weak.
So, this is the story begin. It was about a week ago. I met a man (35 y.o.), would probably not a boy anymore, for the first time (and might be the last). He was coming not in the right time. Why? I had a boyfriend at that time but my relationship was about to end (so many fights and tears). Sebagai seorang cewek yang tau hubungannya akan segera berakhir, aku cukup senang karena nantinya tak perlu waktu lama untuk menjomblo lagi, pikirku waktu itu. Dia menghubungiku untuk pertama kalinya dan aku membalasnya dengan hangat. (mungkin itu juga salahku). Hingga tanpa kusadari aku mulai mengabaikan my boyfriend. Aku asyik ‘bercengkerama’ dengan yang baru datang. Hingga aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku sedikit lebih cepat karena ketidaknyamanan yang semakin besar. Dan juga aku ingin fokus ke satu orang saja (yang kedua) yang juga direstui orang tuaku. Karena yang pertama cukup tidak berkenan di hati mereka.
Aku tidak peduli dengan bagaimana hubunganku berakhir dan aku tidak memberikan kesempatan kedua. Sementara aku semakin intens berkomunikasi dengan yang kedua selama dua minggu terakhir. Namun ada perasaan janggal disitu ketika aku merasa akhir-akhir ini selalu aku yang memulai percakapan. Aku merasa ada yang berubah. Puncaknya saat kami berada di sebuah acara yang sama di satu kota, ia sama sekali tidak menghubungiku dan ia mau tidak seorangpun mengetahui tentang kita. Aku merasa aneh disitu. Namun ia menjelaskan bahwa tidak ingin jikalau gagal gosipnya tidak menyebar kemana2. Karena acara tersebut ada di kantornya. Okay, aku mencoba memahaminya dan mengikuti aturan mainnya eventough aku ngerasa ga dianggep sama sekali. To be honest aku sedih dan mikir lebih baik aku ga pernah datang.
Esoknya kami sudah berencana untuk bertemu jauh-jauh hari sebelumnya. Maka aku berusaha untuk mengkonfirmasinya. Tak kusangka ia menjawab, “besok ku kabari lagi sebelum jam 1. Diusahakan bisa”. What the fuck! Aku udah spare waktu buat kita ketemuan tapi jawabnnya diusahakan. Okay fine aku tunggu sampai jam 1. Sampai setengah 3 tidak ada kabar dan aku mulai gemas. Aku berusaha memancing dengan bilang mau pergi dengan teman, jika memungkinkan balik sebelum jam 5 (jam awal janjian ketemu) kita bisa ketemu namun jika tidak aku akan langsung pulang. Parahnya dia hanya menjawab okay. Fine! Aku emosi disitu. Why? Karena aku udah terlanjur beli tiket pesawat paling malam (21.20) dan bela-belain pulang sendirian (temanku pulang jam 7 malam naik kereta). Aku protes mengungkapkan kekesalanku padanya dan akhirnya dia berkata mengikuti apa mauku dan akhirnya kita ketemu jam 17.30 sore. Rencana awal dia mau ngajak makan akhirnya tidak jadi dan langsung mengantarku ke bandara. Akhirnya kita nongkrong di salah satu tempat dan ngobrol sampai waktu boarding 20.50 malam.
Well, nothing special on our conversation. My mood was already broken since the beginning. Both of us feel tired. One question lingering my mind, why he changed? Then I try to ask about ex. Did he has or not? This going to be pretty interesting for me. At the beginning he said, “how if I don’t want to answer?”. I said, ya that’s okay you have right to keep silent.
=to be continued=
Friday, July 6, 2018
Random Thing 2
Hari ini adalah hari les nyetir terakhirku. Cukup menyenangkan dan dapat ilmu serta skill baru. Walaupun belum begitu bagus namun sudah cukup bagus untuk pemula. Semoga bisa diterapkan secara langsung suatu saat nanti.
Random Thing 1
Bu, aku mau nikah tahun ini.
Beranikah kau mengucapkan kata itu pada orangtuamu? Kurasa tidak.
Barangkali itu adalah salah satu alasan menagpa Allah belum memberikan jodohmu hingga detik ini. Untuk meminta ijin pada orangtuamu saja kau tak mampu. Bukannya aku takut, hanya saja diri ini masih hal yang belum bisa kuberikan pada kedua orangtuaku. Atau itu hanya asumsiku semata. Setidaknya jika kau ada di posisiku apa yang akan kau lakukan?
Beranikah kau mengucapkan kata itu pada orangtuamu? Kurasa tidak.
Barangkali itu adalah salah satu alasan menagpa Allah belum memberikan jodohmu hingga detik ini. Untuk meminta ijin pada orangtuamu saja kau tak mampu. Bukannya aku takut, hanya saja diri ini masih hal yang belum bisa kuberikan pada kedua orangtuaku. Atau itu hanya asumsiku semata. Setidaknya jika kau ada di posisiku apa yang akan kau lakukan?
Thursday, June 21, 2018
I am Sarahza [A Review]
Aku pejuang tangguh adalah salah satu judul
novel karangan Hanum Salsabiela Rais. Cover novel ini sangat eye catching
sehingga ketika pertama kali masuk gramedia, buku ini yang saya ambil. Worth
it! Kata kedua yang terlintas setelah membaca habis buku ini. Cerita didalamnya
sangat menginspirasi. Bagiku seperti napak tilas. Aku memang jauh lebih muda
dari mbak Hanum. Namun pengalaman didalamnya seolah mirip dengan fase kehidupan
yang kujalani beberapa bulan yang lalu. Saat dimana sedang berat-beratnya masa
PHD saya. Bedanya dengan mb Hanum ada keluarga dan suami yang menyemangati,
sedangkan saya harus bergelut sendiri dengan batin saya. Perang batin hampir
setiap waktu terjadi. Titik balik dari kegagalan demi kegagalan yang saya alami
adalah kontaminasi. Bagi seorang peneliti yang bekerja di bidang mikrobiologi,
kontaminasi strain merupakan mimpi buruk. Apalagi jika waktu pengerjaannya
sudah mendekati detik-detik terakhir. Di saat itu saya kemudian sadar jika dia
ada, jika dia masih menyayangi saya. Lalu saya memutuskan untuk memeluk semua
kegagalan saya, menerima diri saya, memaafkan diri saya dan satu bulan setelah
itu keajaiaban datang. Saat saya mengahabiskan 3 bulan tanpa istirahat untuk
menyelesaikan riset dan berakhir kegagalan. Keajaiban datang di 2 minggu
menjelang kepulangan saya ke tanah air, semua berjalan lurus dan mulus. Semua
berkat kembalinya kepercayaan saya padanya, berkat kepasrahan penuh padanya
atas seluruh perjuangan saya. I am Sarahza benar-benar mewakili kondisi fase
manusia yang pastinya pernah mengalami masa-masa kegagalan, depresi hingga
akhirnya atas izinnya mampu mewujudkan cita-citanya. Buku ini sangat perlu
dibaca untuk selalu mengingatkan kita bahwa janji allah itu benar, di setiap
kesulitan pasti ada kemudahan. Bahwa di setiap kegagalan pasti ada keberhasilan.
Saturday, April 28, 2018
Skyscraper-Demi Lovato
Skies are crying,
I am watching Catching teardrops in my hands
Only silence, as it's ending
Like we never had a chance
Do you have to make me feel like
There's nothing left of me?
You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper, like a skyscraper
As the smoke clears,
I awaken
And untangle you from me
Would it make you, feel better
To watch me while I bleed?
All my windows still are broken
But I'm standing on my feet
You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper, like a skyscraper
Go run,…
I am watching Catching teardrops in my hands
Only silence, as it's ending
Like we never had a chance
Do you have to make me feel like
There's nothing left of me?
You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper, like a skyscraper
As the smoke clears,
I awaken
And untangle you from me
Would it make you, feel better
To watch me while I bleed?
All my windows still are broken
But I'm standing on my feet
You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper, like a skyscraper
Go run,…
Sunday, April 1, 2018
Manusia itu memang labil ya?
Beberapa hari belakangan ini hatiku sedang diujung keimananku. Penyebabnya adalah waktuku yang semakin sedikit sementara pekerjaanku belum beres. Padahal sudah kuusahakan sekuat tenaga untuk serajin mungkin agar pekerjaanku bisa selsai tepat waktu. Tapi kenyataannya H-1 bulan aku bahkan harus mengulang fermentasi.
Aku terserang gejala panik. Hatiku benar-benar tak bisa kukendalikan. Aku marah pada supervisorku, pada posdoc yang membantuku, pada diriku sendiri, pada lab dan terlebih lagi aku marah padaNya. Menganggap dia mempermainkanku, padahal aku sudah setengah mati mengikuti dan menaati semua perintahnya. Menganggap dia tidak memihak padaku. Aku kehilangan kepercayaan padaNya, pada semua manusia, pada profesorku, supervisorku dan semua orang di lab. Puncaknya aku menganggap Dia TIDAK ADA. Na'udzubillah..
Seminggu berlalu dengan keyakinan Dia TIDAK ADA. Hanya manusia yang bisa membantuku disaat seperti ini. Krena selama ini aku selalu menanamkan kepercayaan pada diriku sendiri bahwa aku tidak boleh bergantung pada manusia, siapapun itu. Karena aku PERCAYA hanya Allah yang bisa membantuku. Oleh karena itu ketika gejala panik menyerangku semuanya menjadi terbalik. Aku kehilangan kepercayaan diriku dan kepercayaanku padaNya. Aku melewatkan semua sholat dengan sengaja waktu itu. Aku merasa tak ada gunanya membaca al-qur'an. Na'udzubillah...
Berharap semingguku bisa berhasil dengan bantuan manusia itu. Ya memang benar eksperimenku berjalan lancar. Namun ada kegelisahan dalam hatiku. Pikiranku serasa bertarung. Yang satu mengingatkanku bahwa yang kulakukan salah dan aku harus kembali. Sedangkan satunya mengganggap itu benar karena kau sedang dalam masa sulit. Kau butuh pembenaran agar jiwamu tidak tersiksa. Kamu butuh blamming poin agar kau tidak menyalahkan dirimu terus. Keduanya sering beradu argumentasi dalam kepalaku setiap malam dalam seminggu itu sampai aku tidak bisa tidur. Sampai akhirnya di malam jum'at aku memutuskan untuk memutar surat Yasin sampai aku bisa tertidur.
Setelah itu aku tahu AKU SALAH tapi aku belum sadar sepenuhnya, karena sepertinya hatiku sudah terlanjur mengeras. Belum sadar akan kesalahanku, aku masih mengedepankan egoku. Sampai beberapa peristiwa memperingatkanku kalau aku sedang dihukum. Menelusuri peristiwa demi peristiwa itu akhirnya aku paham aku tak ingin mendapatkan murkanya yang lebih besar lagi. Aku takut padaNya. Sungguh aku takut. Berdasar pada ketakutan itu, kini aku mencoba untuk kembali. Semoga Engkau masih bisa menerimaku ya Allah. Ingin sekali rasanya menangis dan bersimpuh dihadapanmu. Berbicara berdua mengeluarkan semua keluh kesahku tapi aku tahu aku sedang dihukum. Jadi kuharap tulisan ini bisa mewakili obrolanku padamu. Yang entah bagaimana caranya.
Pelajaran: Penanaman tauhid sedari kecil sangat2 diperlukan. Kenalkan pada anak tentang Allah sedini mungkin. Ada sedikit cerita yang kudapat saat mengikuti kajian ahad siang di Masjid Indonesia Frankfurt minggu lalu, seperti ini. Jika kamu sudah memiliki anak, maka ajarkanlah kepada anakmu untuk berdoa pada Allah tiap kali dia memiliki keinginan, apapun itu. Misalnya Ia ingin dibelikan sepatu baru. Ajarkan padanya untuk berdoa pada Allah agar diberikan kemudahan rezeki bagi orang tuanya untuk membelikan sepatu untuknya. Jangan langsung bialng pada anak kalau Ia membutuhkan sesuatu minta dengan Ayah atau ibu. Itu salah karena nantinya Ia akan bersandar pada manusia (orang tuanya) bukan pada pencipta. Dan hal ini akan terbawa sampai dia dewasa nanti. Akan menjadi suatu yang membahayakan iman jika ia bertemu dengan orang yang tidak percaya akan Allah. Bisa jadi ia tersesat dan tidak percaya padaNya lagi.
Sekian. Semoga menginspirasi
Karena Ia pernah berkata sampaikanlah walau hanya satu ayat.
Happy weekend all.
Gießen, 1 April 2018
Aku terserang gejala panik. Hatiku benar-benar tak bisa kukendalikan. Aku marah pada supervisorku, pada posdoc yang membantuku, pada diriku sendiri, pada lab dan terlebih lagi aku marah padaNya. Menganggap dia mempermainkanku, padahal aku sudah setengah mati mengikuti dan menaati semua perintahnya. Menganggap dia tidak memihak padaku. Aku kehilangan kepercayaan padaNya, pada semua manusia, pada profesorku, supervisorku dan semua orang di lab. Puncaknya aku menganggap Dia TIDAK ADA. Na'udzubillah..
Seminggu berlalu dengan keyakinan Dia TIDAK ADA. Hanya manusia yang bisa membantuku disaat seperti ini. Krena selama ini aku selalu menanamkan kepercayaan pada diriku sendiri bahwa aku tidak boleh bergantung pada manusia, siapapun itu. Karena aku PERCAYA hanya Allah yang bisa membantuku. Oleh karena itu ketika gejala panik menyerangku semuanya menjadi terbalik. Aku kehilangan kepercayaan diriku dan kepercayaanku padaNya. Aku melewatkan semua sholat dengan sengaja waktu itu. Aku merasa tak ada gunanya membaca al-qur'an. Na'udzubillah...
Berharap semingguku bisa berhasil dengan bantuan manusia itu. Ya memang benar eksperimenku berjalan lancar. Namun ada kegelisahan dalam hatiku. Pikiranku serasa bertarung. Yang satu mengingatkanku bahwa yang kulakukan salah dan aku harus kembali. Sedangkan satunya mengganggap itu benar karena kau sedang dalam masa sulit. Kau butuh pembenaran agar jiwamu tidak tersiksa. Kamu butuh blamming poin agar kau tidak menyalahkan dirimu terus. Keduanya sering beradu argumentasi dalam kepalaku setiap malam dalam seminggu itu sampai aku tidak bisa tidur. Sampai akhirnya di malam jum'at aku memutuskan untuk memutar surat Yasin sampai aku bisa tertidur.
Setelah itu aku tahu AKU SALAH tapi aku belum sadar sepenuhnya, karena sepertinya hatiku sudah terlanjur mengeras. Belum sadar akan kesalahanku, aku masih mengedepankan egoku. Sampai beberapa peristiwa memperingatkanku kalau aku sedang dihukum. Menelusuri peristiwa demi peristiwa itu akhirnya aku paham aku tak ingin mendapatkan murkanya yang lebih besar lagi. Aku takut padaNya. Sungguh aku takut. Berdasar pada ketakutan itu, kini aku mencoba untuk kembali. Semoga Engkau masih bisa menerimaku ya Allah. Ingin sekali rasanya menangis dan bersimpuh dihadapanmu. Berbicara berdua mengeluarkan semua keluh kesahku tapi aku tahu aku sedang dihukum. Jadi kuharap tulisan ini bisa mewakili obrolanku padamu. Yang entah bagaimana caranya.
Pelajaran: Penanaman tauhid sedari kecil sangat2 diperlukan. Kenalkan pada anak tentang Allah sedini mungkin. Ada sedikit cerita yang kudapat saat mengikuti kajian ahad siang di Masjid Indonesia Frankfurt minggu lalu, seperti ini. Jika kamu sudah memiliki anak, maka ajarkanlah kepada anakmu untuk berdoa pada Allah tiap kali dia memiliki keinginan, apapun itu. Misalnya Ia ingin dibelikan sepatu baru. Ajarkan padanya untuk berdoa pada Allah agar diberikan kemudahan rezeki bagi orang tuanya untuk membelikan sepatu untuknya. Jangan langsung bialng pada anak kalau Ia membutuhkan sesuatu minta dengan Ayah atau ibu. Itu salah karena nantinya Ia akan bersandar pada manusia (orang tuanya) bukan pada pencipta. Dan hal ini akan terbawa sampai dia dewasa nanti. Akan menjadi suatu yang membahayakan iman jika ia bertemu dengan orang yang tidak percaya akan Allah. Bisa jadi ia tersesat dan tidak percaya padaNya lagi.
Sekian. Semoga menginspirasi
Karena Ia pernah berkata sampaikanlah walau hanya satu ayat.
Happy weekend all.
Gießen, 1 April 2018
Subscribe to:
Posts (Atom)